Halaman

Rabu, 21 Juli 2010

Gus Dur is Somebody, Dipuja dan Dibenci


Gus Dur memang kontraversial, apa yang dikatakan seringkali menimbulkan polemik dikalangan masyarakat. Situasi ini telah menunjukkan keberadaan dan sikap Gus Dur penting untuk ditanggapi, baik atas dukungan dari mereka yang mencintai atau kritikan dari mereka yang membenci.

Rais Syuriyah PBNU KH Masdar F Mas’udi berpendapat Gus Dur adalah Somebody, tak ada orang yang bersikap netral terhadap Gus Dur, semua orang memperhitungkan keberadaannya.

“Gus Dur adalah somebody, langka orang yang mendapat posisi seperti itu, sementara sebagian besar kita adalah nobody, keberadaannya tidak diperhitungkan,” katanya dalam diskusi buku tentang Gus Dur akhir pekan lalu.

Buku yang membahas tentang Gus Dur juga sudah sangat banyak, tapi sebagian besar hanya mengambil satu sisi pemikiran Gus Dur, atau kalau melihatnya secara komprehensif, ya hanya bersifat highlight saja.

“Gus Dur adalah manusia ide, gagasan bukan hanya mengartikulasikan gagasan yang ada, tetapi mengemukakan ide yang belum pernah dikemukakan orang lain. Sebagian besar orang kan komentator ide, sekedar mengomentari, ini juga penting, tetapi orisinalitas ide belum tentu dimiliki orang lain,” tambahnya.

Ia menjelaskan, terdapat tiga tahapan dalam pemikiran Gus Dur, yaitu gagasan, aksi dan institusionalisasi. Ia merupakan orang yang sangat kaya dengan ide, gagasannya mengejutkan, aksi politiknya juga luar biasa. Orang yang paling membenci bisa ditaklukkan dalam waktu singkat, seolah-olah tak ada jarak apa-apa,

Sayangnya, yang kurang adalah upaya institusionalisasi dari gagasan yang dimiliki. Ini merupakan ladang garapan yang masih sangat luas. Dilingkungan NU, ia pemimpin yang menandai titik balik khittah 1926, gagasannya luar biasa dan aksi pemihakan pada masyarakat juga luar biasa.

“Tetapi sebagai institusi, NU belum sempat dibangun sebagaimana gagasan menghendakinya. Jadi inventarisasi gagasan kurang, di PKB juga begitu, gagasan, pemikiran, politiknya luar biasa, aksinya juga kita tahu, tapi institusionalisasinya yang kurang,” terangnya.

Aspek lain adalah Gus Dur merupakan tipe pemimpin yang one man show, semuanya berpusat pada dia. Ini sebenarnya bukan hal yang aneh mengingat dalam masyarakat NU, yang masih menjunjung tinggi kharisma pribadi.

“Masyarakat NU digerakkan oleh kharisma, bukan gagasan. Karena itu sebagian besar kita kalau disuruh berangkat ke utara tidak menanyakan mengapa ke utara, yang terjadi karena beliau menyuruh ke utara. Samikna waatokna, ini kata-kata luara biasa, tak ada kritik dan internalisasi, perintah ditangkap langsung ke hati, tidak ada proses penalaran,” paparnya.

Ini menurutnya bukan persoalan sederhana kalau mau melakukan transformasi, NU ditangannya secara gagasan semua menyambut gagap gempita, tetapi NU sebagai institusi belum tertata.

Karena itu, kalau mau melanjutkan perjuangan Gus Dur, maka yang dilakukan adalah melakukan interpretasi, memperkaya gagasannya, tetapi yang lebih penting lagi adalah melakukan institusionalisasi dari ide-ide tersebut.

“Kalau institusionalisasi ini berhasil dilakukan, Gus Dur betul-betul masyaallah. Membangun institusi yang kompatible dengan gagasan kebangsaan, keislaman dan kemanusiaan, ini tidak mudah,” tandasnya.

Dijelaskannya, membangun organisasi yang sehat merupakan sesuatu yang berat, ada pengaruh personal yang kuat, kewibawaan masih bersifat personal, kesetiaan pada pemimpin bukan karena idenya, tetapi karena wibawanya, kharismanya. Ketika tidak ada proses transformasi, maka organisasi tidak ada pernah kuat. Organisasi baru kuat kalau seluruh konstituen meleburkan keakuannya kedalam kekitaan.

“Dalam masyarakat tradisional, “akunya” banyak yang gede. Ini menghambat terjadinya penguatan organisasi, NU ini terdiri dari “aku-aku” dan masing-masing independent,” imbuhnya.

Namun demikian, ini bukan hal yang mustahil untuk dirubah, asal dengan keteladanan, ini adalah sebuah revolusi budaya agar bisa berhasil dimasa mendatang, karena kalau tidak organisasi akan selalu dalam posisi lemah diantara individu-individu. (mkf)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menanggapi