Dalam dunia pemaknaan, engineering akan lebih dikenal sebagai sebuah diksi dari dunia sains dan teknologi. Istilah mengacu kepada suatu proses rancang bangun yang disengaja dan direncanakan dengan cara dan teknik tertentu untuk mendapatkan sebuah hasil (berupa produk maupun karya) yang diinginkan.
Dalam konteks sosial, pemakaian istilah engineering pernah disosialisasikan misalnya oleh Jalaludin Rahmat dalam bukunya Rekayasa Sosial, Reformasi atau Revolusi. Dalam buku ini engineering diartika sebagai sebuah rekayasa. Dalam konteks sosial ini engineering bisa dimaknai sebagai sebuah proses perancangan kondisi social seperti yang diinginkan (das sollen). Misi dalam proses ini jelas yaitu wujudnya kondisi sosial yang diharapkan. Keinginan untuk merancang kondisi sosial ini muncul ketika kondisi faktual (das sein) berjalan tidak seperti apa yang diharapkan. Atau dalam kata lain terdapat gap antara kondisi yang diinginkan (das sollen) dengan kondisi faktual (das sen). Dengan kondisi ini maka sebuah proses engineering dalam konteks sosial (yang bisa disebut juga sebagai social engineering) bisa disebut sebagai bagian dari disiplin aktifitas perubahan sosial.
Social Engineering vis a vis Unplanned Social Change
Kalau kita perhatikan dinamika sosial yang terjadi ditengah masyarakat, maka kita akan dapati perubahan selalu berjalan seiring dengan dinamika itu. Tanpa kita duga dan kita rencanakan banyak terjadi perubahan dalam masyarakat. Misalnya dalam masyarakat Minangkabau. Dahulu ada semacam atauran tidak tertulis dalam masyarakat bahwa setiap anak lelaki yang telah baligh harus ditempa di Surau (semacam langgar kalau di Jawa). Mereka belajar Al Quran disana dan juga Pencak Silat. Surau juga merupakan tempat yang paling sering mereka jadikan sebagai tempat beristirahat dimalam hari. Tapi pada kurun waktu terakhir ini, budaya seperti ini tidak lagi dilakoni oleh anak-anak muda yang baru baligh. Surau pun sering lebih sering kosong melompong.
Perubahan sosial semacam ini dapat disebut sebagai perubahan sosial yang tidak direncanakan (unplanned social change). Ciri utama perubahan semacam ini yaitu terjadi secara terus menerus dan perlahan-lahan tanpa ada yang mengarahkan dan merencanakan. Perubahan model begini lebih sering merupakan akibat perkembangan teknologi, pengetahuan dan globalisasi.
Berbeda dengan Social Engineering, seperti yang kita bahas diatas perubahan model ini adalah perubahan yang disengaja, direncanakan dan memiliki cara dan teknik tertentu (yang bisa juga disebut sebagai metodologi). Selain itu perubahan ini juga menentukan disain akhir dari proses perubahan yang dilakukan.
Dengan melihat kondisi perubahan diatas, dalam konteks pergerakan yang menginginkan adanya perubahan masyarakat menuju kondisi yang lebih baik tentulah model perubahan yang terencana yang menjadi concern kita. Karena ketika kita menetapkan akan mewujudkan masyarakat yang lebih baik, maka sesungguhnya kita telah menetapkan sebuah disain akhir dari proses yang akan kita lakukan, dan ini merupakan karakter khas dari social engineering.
Problem Sosial dan Problem Individu
Terkait dengan Sosial Engineering, kita perlu memahami apa yang disebut problem sosial dan problem individu. Sebuah proyek sosial engineering ditetapkan karena adanya kondisi factual yang tidak seperti apa yang diharapkan. Seperti misalnya ada keinginan kita untuk memiliki sebuah institusi pemerintahan dan system yang betul menegakkan hukum, yang bebas dari intervensi asing dan mampu mensejahterakan masyarakat. Namun faktanya ternyata system kita adalah mandul dalam penegakkan hukum, selalu diintervensi asing dan gagal dalam mensejahterakan masyarakat. Maka disini ada ketidak sesuaian antara yang ideal (yang diharapkan) dengan hal yang real (factual). Dipandang dari sudut hal yang ideal, kondisi real yang seperti ini disebut sebagai sebuah masalah sosial atau problem sosial.
Maka sebuah “proyek” Social Engineering (sepertinya bisa juga kita sebagai rancang bangun sosial) adalah sebuah proyek yang diluncurkan sebagai sebuah upaya dan proses untuk mengentaskan permasalahan sosial atau problem sosial.
Dalam masyarakat selain terdapat problem sosial seperti yang kita contohkan, terdapat pula problem personal atau problem individu. Dalam menyelesaikan kasus atau masalah individui maka tentu tidak sama dengan menyelesaikan probem sosial. Akan terdapat perbedaan dari segi sasaran atau objek yang akan dirubah atau diselesaikan dan dari segi cara yang dipakai untuk merubah masalah tersebut.
Bagi sebuah problem individual tentu objeknya adalah individual atau personal, karena permasalahan yang terjadi skalanya adalah perorangan. Contoh permasalahan individu adalah kebodohan seorang anak. Maka untuk menyelesaikan masalah si anak tadi cukup meneliti keadaan si anak itu saja, kalau secara intelektual dia normal maka cukup dengan menyuruh sang anak untuk belajar lebih giat misalnya, atau memasukkan si anak bimbingan belajar atau dengan memberi motivasi berprestasi kepada si anak.
Namun bagaimana kalau ternyata kebodohan anak ternyata dialami banyak anak? Nah, disinilah kemudian kita haruslah jeli, jika sebuah problem yang sepertinya masalah individual ternyata terjadi secara massif dan banyak hal itu tidak lagi dapat disebut sebagai masalah atau problem individual, tapi sudah tergolong sebagai sebuah problem sosial. Dan tentu dari segi cara yang dipakai untuk menyelesaikannya tidak bisa lagi dengan individual therapy, karena yang akan terselesaikan hanya permasalahan satu atau dua anak.
Pembedaan antara problem sosial dan problem individual harus betul-betul kita pahami, agar kita tidak salah dalam memberikan obat. Bukannya problemnya selesai, salah-salah malah kita kemudian menjadi bagian dari masalah nantinya.
Revolusi dan Reformasi
Sebagai sebuah proses, Social Engineering memiliki tujuan mewujudkan sebuah bangunan sosial yang baru. Dimana terjadi perubahan pada berbagai tatanan sosial, relasi kekuasaan, bentuk dan fungsionalisasi institusi dan lembaga, serta komponen-komponen lain yang merupakan bagian dari pembentuk sebuah kondisi sosial. Bahkan proses ini bisa mendisain sebuah system sosial yang sama sekali baru untuk menggantikan system lama yang sudah “berkarat” dan bikin susah.
Dari sini kemudian sebuah proses rancang bangun sosial bisa diarahkan kepada dua bentuk: revolusi atau reformasi. Pemilihan dari bentuk ini sangat tergantung dari :
1. Ideas atau pemikiran
2. Pemahaman tentang fakta masyarakat.
Bisa dikatakan ideas atau pemikiran merupakan basis utama konseptual dalam menentukan bentuk perubahan sosial yang kita tuju. Sebuah ideas atau pemikiran yang ideal akan mampu menjelaskan secara terperinci bangunan sosial yang ideal yang harus dirinci. Bahkan sebuah ideas yang paripurna bisa menerangkan metodologi yang harus ditempuh untuk mewujudkan sebuah perubahan sosial. Sebagai sebuah pemikiran, ideas tadi bisa bersumber dari dua hal, dari kemampuan atau kecerdasan intelektual dan dari wahyu.
Ketika harus Memilih : Revolusi atau Reformasi?
Jika kita betul-betul menguasai ideas tentang wujud ideal kondisi sosial yang kita inginkan maka kita telah memiliki semacam standar yang akan kita gunakan sebagai pembanding dengan kondisi actual dari masyarakat.
a. Memilih Revolusi
Revolusi adalah sebuah perubahan total. Ia tidak sekedar merubah perbagian dari komponen sosial. Revolusi diluncurkan untuk mengganti sebuah tatanan atau system. Penggantian berasal dari pemahaman yang mendalam terhadap fakta yang dialami masyarakat. Penggantian tatanan atau system harus berangkat dari sebuah kondisi bahwa problem sosial yang terjadi telah begitu akut dan sangat jauh menyimpang dari ideas yang dimiliki. Permasalahan utama yang kemudian menyebabkan munculnya ide revolusi adalah perkara asas yang diterapkan dalam sebuah system. Asas dalam sebuah system merupakan hal yang fundamental. Asaslah yang menentukan menentukan banyak hal dalam masyarakat, terutama peraturan dan undang-undang yang akan dijalankan oleh masyarakat. Rusaknya sebuah asas ibarat rusaknya akar dalam sebatang pohon, yang akan menyebabkan kerusakan pada keseluruhan bagian dari pohon. Kerusakan sebauah asas dalam sebuah system akan berakibat fatal. Akan terjadi kerusakan dan penyimpangan dalam sebagian besar aspek kehidupan masyarakat.
Disinilah dibutuhkan revolusi. Sasaran utama dari revolusi merubah asas dari sebuah system. Penyebutan dari asas adalah ideology. Perubahan ini akan mewujudkan sebuah konsekwensi berubahnya secara total relasi kekuasaan dan bentuk serta fungsi lembaga dan institusi. Dalam sebuah revolusi masyarakat betul-betula akan dibawa ke dalam sebuah “alam” yang betul-betul baru. Mengenai ini Piotr Sztompka sebagaiman yang dikutip Jalaludin Rahmat menyebutkan: Revolusi adalah manifestitasi perubahan yang paling spektakuler. Revolusi menengarai guncanagn fundamental dalam proses sejarah, membentuk kembali masyarakat dari dalam dan merancang lagi bangsa. Revolusi tidak membiarkan apapun seperti sebelumnya, revolusi menutup satu zaman dan membuka zaman baru. Pada saat revolusi masyarakat mengalami puncak perannya, ledakan potensi transformasi diri. Pada bangkitnya revolusi, masyarakat dan para anggotanya seakan-akan dihidupkan kembali, hampir dilahirkan kembali. Dalam pengertian ini, revolusi adalah tanda kesehatan sosial. Masih menurut Sztomka sebuah
Dalam dinamika sosial ada beberapa perubahan yang sering disebut-sebut sebagai revolusi, padahal tidak :
1. Kudeta (coup d`etat)
2. Pemberontakan
3. Mutiny (perlawanan), sebuah bentuk reaksi sosial berupa perlawanan tanpa disertai dengan visi yang jelas mengenai perubahan yang diperlukan
4. Perang saudara
5. Perang kemerdekaan
6. Kerusuhan sosial
Apa yang menyebabkan perubahan sosial tidak dapat dikatakan sebagai revolusi? Karena:
1. Skala perubahan terbatas, tidak sampai mencakup semua tahap dan dimensi masyarakat: ekonomi, politik, budaya, kehidupan sehari-hari dan bentuk serta fungsi lembaga
2. Perubahan tersebut tidak sampai mencapai akar atau inti dari konstitusi dan fungsi dari tahap dan dimensi masyarakat yang disebut diatas.
Dalam mewujudkan sebuah revolusi ada 3 hal yang harus terpenuhi:
1. Adanya ideology alternative
2. Adanya organisasi yang kuat yang menjadi pelaku utama
3. Penciptaan momentum
b. Memilih Reformasi
Semua adalah kebalikan dari revolusi. Reformasi hanya menyentuh beberapa dimensi saja dan tidak memerlukan perubahan asas. Sebuah reformasi dilakukan ketika yang bermasalah hanyalah sebatas kesalahan fungsi dari beberapa organ atau cabang saja. Reformasi dilakukan ketika asas yang berlaku masih sesuai dengan konsep dari ideas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Menanggapi