
Senin, 13 Juni 2011
Gerakan Ideologi Atau Gerakan akan Politik?

Minggu, 12 Juni 2011
PERNYATAAN SIKAP DAN REFLEKSI HARI KEBANGKITAN NASIONAL (HARKITNAS) KE 103 TANGGAL 20 MEI 2011

INDONESIA BANGKIT, SUBANG BANGKIT
Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) merupakan momentum yang tepat untuk bagaimana kita Rakyat Subang mampu melangkah untuk bangkit dalam menata tatanan masyarakat yang adil dan sejahtera. Sekarang ini, setiap orang selalu mengedepankan kepentingan pribadi dan golongan. Pejabat dan pemimpin sering melupakan keberadaan rakyat. Padahal, sejak dulu, rakyat selalu berjuang. Rakyat Subang yang dahulu terbujuk rayuan wakil-wakil rakyat kini menagih janji. Janji yang akan mensejahterakan rakyat terasa masih jauh dari harapan. Terbukti dengan APBD yang menurut kami tidak ada keberpihakan terhadap rakyat. Bayangkan, dana APBD yang dialokasikan untuk kepentingan aparatur pemerintah jauh lebih besar dibandingkan untuk kepentingan rakyat (72% berbanding 28%). Ini adalah bukti konkrit bahwa rakyat subang diperlakukan tidak adil. Alhasil, pembangunan kurang berkembang, akses jalan di pedesaan sangat memprihatinkan. Padahal, jalan merupakan prasarana mempermudah mobilitas penduduk dan kelancaran perdagangan, ekonomi, dan kegiatan lain, antar daerah.
Ditambah lagi perilaku korupsi yang telah mengakar dan sulit diobati. Korupsi merajalela, karena penegakan hukum sangat lemah. Korupsi yang merajalela, tentu saja merobohkan perekonomian. Karena itulah, perlu suatu investasi bagi pertumbuhan ekonomi dan perkembangan struktur angkatan kerja.
Permasalahan lain adalah, sekarang ini orang mulai luntur rasa dan semangat kebangsaannya. Terbukti dengan munculnya anasir-anasir kontra konstitusional berbaju `Negara Islam Indonesia` (NII) dan gerakan-gerakan radikal atas nama agama belakangan ini. Bagi kami, NKRI merupakan harga mati dan tidak dapat ditawar-tawar lagi. Siapa pun dan dengan alasan apa pun mendirikan negara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan sejumlah rentetan aksi kekerasan dan penyimpangan mengatasnamakan agama serta berlawanan dengan dasar negara, merupakan tindakan yang melanggar hukum, itu sama sekali tidak dapat dibenarkan dan kelompok radikal yang membahayakan negara dan Pancasila layak dijadikan musuh bersama.
Oleh karena itu, dalam refleksi HARKITNAS ini kami PMII Cabang Subang menyatakan sikap dan menuntut:
Alokasi dana APBD yang Pro Rakyat pada tahun anggaran 2012
Supremasi hukum harus di tegakkan
Perekonomian rakyat harus menjadi skala prioritas
Bangun infrastruktur akses jalan di pedesaan
Tindak tegas terhadap kelompok-kelompok dan ajaran-ajaran yang memicu disintegrasi bangsa.
Tangan terkepal dan maju kemuka
Wallahul Muwafiq Ilaa Aqwamith Thorieq
Subang, 20 Mei 2011
BI'DAH DAN SUNNAH

“Jangan jadikan perbedaan menjadi faktor pemecah belah Ummat. Tapi, jadikanlah perbedaan itu sebagai sarana pemersatu Ummat”
Sering kali terdengar oleh kita perdebatan seputar hal bid'ah (sesat) dan sunnah. bahkan perdebatan ini menjurus pada perpecahan. Padahal tidak harus demikian, justru perbedaan itu adalah rahmat, asalkan kita mau berlapang dada. Oleh karenanya menjadi penting bagi umat muslim untuk mengetahui apakah bid'ah itu, dan bid'ah seperti apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan?
Menurut para 'Ulama bid’ah dalam ibadah dibagi dua: yaitu bid’ah hasanah (Baik) dan bid’ah dhalalah (buruk). Di antara para ‘Ulama yang membagi bid’ah ke dalam dua kategori ini adalah:
1. Imam Syafi’i
Menurut Imam Syafi’i, bid’ah dibagi dua; bid’ah mahmudah (terpuji) dan bid’ah madzmumah (tercela). Jadi bid’ah yang mencocoki sunah adalah mahmudah, dan yang tidak mencocoki sunah adalah madzmumah.
Bid’ah hasanah/mahmudah dibagi menjadi dua. Yang pertama adalah bid’ah wajib seperti kodifikasi (pengumpulan) Al-Qur’an pada zaman Khalifah Utsman bin Affan dan pengumpulan hadits ke dalam kitab-kitab besar pada zaman sesudahnya. Sedangkan bid’ah hasanah yang kedua adalah bid’ah sunah, seperti shalat tarawih 20 rakaat pada zaman khalifah Umar bin Khathab.
2. Imam al-Baihaqi
Bid’ah menurut Imam Baihaqi dibagi dua; bid’ah madzmumah (tercela) dan ghairu madzmumah (tidak tercela). Setiap Bid’ah yang tidak menyalahi al-Qur’an, Sunah, dan Ijma’ adalah bid’ah mahmudah atau ghairu madzmumah. Sedangkan bid’ah yang tercela (madzmumah) adalah bid’ah yang tidak memiliki dasar syar’i sama sekali.
3. Imam Nawawi
Bid’ah menurut Imam Nawawi dibagi menjadi dua; bid’ah hasanah (bagus) dan bid’ah qabihah (jelek).
4. Imam al-Hafidz Ibnu Atsir
Ibnu Atsir juga membagi Bid’ah menjadi dua; bid’ah yang terdapat petunjuk nash (teks al-Qur’an/hadits) di dalamnya, dan bid’ah yang tidak ada petunjuk nash di dalamnya. Jadi setiap bentuk bid’ah yang menyalahi kitab dan sunah adalah tercela dan harus diingkari. Akan tetapi bid’ah yang mencocoki keumuman dalil-dalil nash, maka masuk dalam kategoti terpuji.
Lalu bagaimana dengan hadits
كُلُّ بٍدْعَةٍ ضَلاَلَةٍ Artinya: “Setiap bid’ah adalah sesat”
Berikut ini adalah pendapat para ulama’:
1. Imam Nawawi
Hadits di atas adalah masuk dalam kategori ‘am (umum) yang harus ditakhshish (diperinci).
2. Imam al-Hafidz Ibnu Rajab
Hadits di atas adalah dalam kategori ‘am akan tetapi yang dikehendaki adalah khash (‘am yuridu bihil khash). Artinya secara teks hadits tersebut bersifat umum, namun dalam pemaknaannya dibutuhkan rincian-rincian.
Ada sebagian ulama’ yang membagi bid’ah menjadi lima bagian sebagai berikut,
Bid’ah yang wajib dilakukan : contohnya, belajar ilmu nahwu, belajar sistematika argumentasi teologi dengan tujuan untuk menunjukkan kepada orang-orang atheis (orang yang tidak beragama) dan orang-orang yang ingkar kepada agama Islam, dll.
Bid’ah yang mandub (dianjurkan): contohnya, adzan menggunakan pengeras suara, mencetak buku-buku ilmiah, membangun madrasah, dll.
Bid’ah yang mubah : contohnya, membuat hidangan makanan yang berwarna warni, dan sejenisnya.
Bid’ah yang makruh : contohnya, berlebihan dalam menghias mushaf, masjid dan sebagainya.
Bid’ah yang haram: yaitu setiap sesuatu yang baru dalam hal Agama yang bertentangan dengan keumuman dalil syar’i. misalnya solat isya tujuh rekaat dll.
Tersebut dalam kitab “Lathoiful Isyarot”, Imam Qodlhi Hussein beserta sahabat-sahabtnya mendefinisikan pengertian Sunnah adalah mengerjakan sesuatu yang walaupun Nabi Muhammad SAW sendiri tidak pernah melakukannya. Namun, manusia berikhtiar dengan shalat, dzikir dan do'a. Dan itu akan dicatat sebagai amal shalih dan mendapatkan pahala dari Allah swt. Contohnya : pembacaan tahlil, pembacaan Marhaban, pembacaan manaqib dll. Karena dalam pembacaan-pembacan tersebut mengandung dzikir dan do'a.
Lalu, apakah berdzikir dan berdo'a adalah sesuatu yang sesat, atau bahkan menyesatkan? Jawabannya adalah kembali kepada keyakinan masing-masing. Jika hal itu menurutnya salah atau tidak suka, maka cukup berlaku untuk dirinya sendiri dan jangan memprovokasi orang lain karena itu akan lebih berbahaya dan berakibat perpecahan antar ummat.
“ Wallahul Muwafiq Ilaa Aqwamith Tharieq”
AWAS IDEOLOGISASI NEGARA ISLAM INDONESIA (NII)

“Awas NII dan Kekerasan atas nama Agama”
Oleh: Ade Mahmudin (Sekretaris Umum PC PMII Subang)
Terkait munculnya anasir-anasir kontra konstitusional berbaju `Negara Islam Indonesia` (NII) dan gerakan-gerakan radikal atas nama agama belakangan ini, menjadi menu utama pembicaraan dalam sebuah kegiatan diskusi yang dilakukan oleh sahabat-sahabat PMII Subang di sekretariat. Bagi PMII, NKRI merupakan harga mati dan tidak dapat ditawar-tawar lagi. Siapa pun dan dengan alasan apa pun mendirikan negara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan sejumlah rentetan aksi kekerasan dan penyimpangan mengatasnamakan agama serta berlawanan dengan dasar negara, merupakan tindakan yang melanggar hukum itu tidak dapat dibenarkan dan kelompok radikal yang membahayakan negara dan Pancasila layak dijadikan musuh bersama.
Mereka yang mengatasnamakan agama sesungguhnya justru melecehkan dan menistakan agamanya dan diri mereka sendiri. Karena, agama pada dasarnya mengajarkan nilai toleransi, keadilan, kearifan, kesetaraan, dan tidak mengajarkan kekerasan atau menebarkan teror. PMII, menganggap kesediaan untuk menerima pluralitas serta nilai-nilai Ideologi Pancasila merupakan suatu keharusan. Karena nilai-nilai dalam agama itu sesungguhnya sudah termasuk di dalam nilai-nilai Pancasila yang menjadi dasar negara dan pedoman bagi segenap rakyat Indonesia.
Dulu kita berfikir radikalisme itu dekat dengan kebodohan dan kemiskinan, ternyata kita salah, melihat perkembangan radikalisme saat ini, ternyata bisa dilihat banyak juga kaum intelektual seperti mahasiswa dan Pelajar SLTA yang terjerumus dalam faham radikalisme.
Ideologi transnasional pascareformasi dapat menjadi ancaman bagi kelangsungan faham Islam Ahlussunah Wal Jama’ah. Pertama , ancaman radikalisme dan fundamentalisme yang bisa timbul dari agama apa pun dan dari mana saja. Kedua, ancaman liberalisme yang menghalalkan segala cara untuk meraih prestisius, kemewahan dan kekuasaan yang mesti berhadapan dengan kelompok pertama yang meneguhkan konservatisme agama.
Islam agama yang suci dan memiliki sifat menyempurnakan segala kebaikan yang sudah ada tanpa bermaksud mengganti atau menghapusnya, tapi juga mencari nilai-nilai baru yang lebih baik dengan tetap memegang teguh nilai-nilai lama yang masih baik.
PMII yang menganut landasan teologis Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah memiliki dan mengembangkan sikap kemasyarakatan yang dirumuskan atas dasar:
Pertama, tawassuth, yaitu sikap moderat yang berpijak pada prinsip keadilan serta berusaha menghindari segala bentuk sikap tatharruf (ekstrem), baik dalam bidang agama maupun politik, karena sikap tersebut mengarah pada kekerasan dan disintegrasi.
Kedua, i’tidal, yang berarti tegak lurus dalam mengambil suatu keputusan, mengandung arti bahwa PMII dalam menyikapi setiap permasalahan selalu bersikap adil dan tidak akan terpengaruh dengan unsur-unsur ketidak-benaran.
Ketiga, tasamuh, yaitu sikap toleran yang berintikan penghargaan terhadap perbedaan pandangan dan kemajemukan identitas budaya masyarakat. Karena, hanya dengan sikap tasamuh itu rasa saling percaya dan solidaritas bisa ditegakkan. Ini merpakan inti hidup berbangsa.
Keempat. tawazun , selalu berusaha menciptakan keseimbangan hubungan antara sesama umat manusia dengan Allah SWT, antara akal dan wahyu dan antara individu dan kolektivitas. Dengan sikap tawazun ini harmoni dalam kehidupan baik pikiran maupun tindakan dapat terwujud.
Kelima, amar ma’ruf nahy munkar , yaitu sikap selalu mengajak pada kebaikan serta mencegah setiap kemungkaran. PMII pada prinsipnya senantiasa mengajarkan untuk saling ingat-mengingatkan pada kebaikan perilaku dalam setiap sendi-sendi kehidupan.
Ancaman ideologi transnasional yang disinyalir dapat merusak faham Islam Ahlussunnah Wal Jama'ah, PMII menjadi ujung tombak dalam mengawal dan menjaga kelestarian faham itu yang telah diperjuangkan oleh ulama terdahulu di tengah kegamangan terhadap serangan faham yang tidak sejalan dengan nilai-nilai ke-Islaman sendiri.
Di akhir pembicaraan dalam diskusi tersebut, PMII Subang memberikan pernyataan sikap:
Pertama, PMII menolak dengan tegas segala bentuk kekerasan atasnama agama. Kedua, PMII menolak ideologisasi negara Islam. Ketiga, PMII akan menjadi garda terdepan dalam melawan radikalisme dan ajaran-ajarannya. Keempat, PMII menyerukan kepada seluruh warga PMII khususnya di Subang untuk mengidentifikasi, mengkonter wacana dan melawan ajaran-ajaran yang bertolak belakang dengan Ideologi Pancasila. Kelima, PMII meminta kepada pemerintah untuk bertindak tegas terhadap kelompok-kelompok dan ajaran-ajaran yang memicu disintegrasi bangsa, dalam waktu sesingkat-singkatnya. Keenam, PMII akan mengorganisasikan seluruh warga pergerakan, untuk menyatukan barisan dan memperkuat Islam Ahlusunnah Waljamaah.
Wallahul Muwafiq Ilaa Aqwamith Thorieq,
Salam Pergerakan.... !!!